Netflix adalah aplikasi dan situs web berbasis di Amerika Serikat yang menawarkan layanan streaming film dan serial TV dari berbagai negara. Pengguna harus berlangganan untuk menikmati konten Netflix. Meskipun Netflix meraup pendapatan besar, termasuk dari Indonesia, mereka belum membayar Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia karena belum memiliki kantor cabang sebagai Bentuk Usaha Tetap (BUT) di sana.
Tantangan Perpajakan Global
Banyak perusahaan multinasional, termasuk Netflix, menghadapi masalah serupa di berbagai negara di mana mereka tidak mendirikan kantor cabang sehingga dapat menghindari kewajiban pajak. Hal ini mendorong upaya negara-negara untuk menemukan solusi, termasuk melalui kerja sama organisasi seperti OECD.
Solusi OECD: Two Pillar Solution
Pada 8 Oktober 2021, OECD meluncurkan “Two Pillar Solution” untuk menangani perpajakan perusahaan digital.
-
Pilar Satu: Negara tempat produk atau jasa digunakan berhak mengenakan pajak atas sebagian keuntungan perusahaan.
-
Pilar Dua: Pajak minimum 15% dikenakan pada perusahaan dengan pendapatan global di atas 750 juta Euro, untuk menghindari pengalihan laba ke negara dengan tarif rendah.
Implementasi di Indonesia
Indonesia mengadopsi kebijakan pilar kedua OECD melalui PMK 136 tahun 2024, mulai berlaku pada 1 Januari 2025. Tiga skema diterapkan, termasuk aturan tentang pengenaan “top-up tax” jika tarif pajak di negara asal perusahaan di bawah 15%.
Dengan adanya kebijakan ini, perusahaan multinasional seperti Netflix akan mulai membayar PPh di Indonesia. Langkah ini diharapkan dapat menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil dan mencegah penghindaran pajak.